Selasa, 25 Oktober 2011

IKATAN, SELERA, DAN KASIH SAYANG ANTAR SESAMA MUSLIM

Masjid Nabawi di Madinah, di bawah atapnya telah terhimpun berbagai suku bangsa dengan beragam warna kulit dan tingkatan manusia' tetapi mereka tidak memiliki perasaan apa-apa kecuali perasaan bersaudara secara menyeluruh. Mereka tidak merasakan adanya perbedaan antara satu sama lain. Ada yang dari Persi seperti Salman, ada yang dari Romawi seperti Shuhaib, dan ada yang dan Habasyah (Etiopia) yaitu Bilal. Di antara mereka ada yang kaya seperti Utsman bin 'Affan, Abdur Rahman bin 'Auf dan ada yang fakir seperti Abu Dzar dan 'Ammar. Ada yang Badui (orang pegunungan) dan ada yang dari kota, ada yang berpendidikan dan ada yang buta huruf, ada yang berkulit putih dan ada yang berkulit hitam, laki-laki dan wanita, yang lemah dan yang kuat, yang budak dan yang merdeka, semuanya bersaudara di bawah naungan Islam dan di bawah panji Al Qur'an.
Sesungguhnya persaudaraan Islam itulah perekat yang mengikat antara batu bata individu Muslim dalam sebuah bangunan yang kokoh dan tidak mudah roboh. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW, muttafaqun 'alaih:
"Mukrmin yang satu terhadap mukmin yang lain itu bagaikan bangunan yang mengikat antara sebagian dengan sebagian yang lainnya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Persaudaraan Islam bukanlah suatu permasalahan sampingan dalam Islam, tetapi ia merupakan salah satu prinsip dasar yang menyertai syahadah (persaksian) terhadap keesaan Allah dan kesaksian bahwa Muhammad sebagai Rasul, karena ukhuwah merupakan buah dan konsekwensi keimanan, Allah berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara." (Al Hujurat: 10)
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud, bahwa Nabi SAW pernah berdoa setelah shalat dengan doa yang menarik berikut ini:
"Ya Allah, ya Tuhan karni! dan Tuhan segala sesuatu dan pemiliknya, sesungguhnya saya bersaksi bahwa Engkau adalah Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Mu. Ya Allah, ya Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu serta pemiliknya, saya bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusanMu. Ya Allah ya Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu serta pemiliknnya, saya bersaksi bahwa seluruh hamba-Mu itu bersaudara."
Inilah Muhammad, Rasulullah yang bersaksi dan berikrar bahwa Allah adalah Rabb-nya segala sesuatu dan bahwa sesungguhnya seluruh hamba Allah itu bersaudara. Inilah persaudaraan Islam, mereka bersaudara dengan seluruh manusia secara umum dan bersaudara dengan kaum Muslimin secara khusus.
Nabi SAW menjadikan persaudaraan dan cinta sebagai syarat keimanan, di mana keimanan itu sendiri merupakan persyaratan seseorang untuk dapat masuk surga. Beliau bersabda:
"Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling menciritai." (HR. Muslim)
"Belum sempurna iman salah seorang di antara kamu hingga ia mencintaii saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Rasulullah SAW juga menjelaskan hubungan seorang Muslim dengan Muslim yang lainnya dengan sabdanya:
"Seorang Muslim saudara Muslim lainnya, ia tidak menzhaliminnya, tidak menyerahkan (kepada musuh), tidak menghinanya dan tidak merendahkanrya, cukuplah bagi seseorang dikatakan buruk jika ia menghina saudaranya Muslim." (HR. Muslim)
Satu-satunya ikatan yang diakui oleh Islam adalah ikatan persaudaraan antar kaum Muslimin, tanpa ikatan yang lainnya, sungguh Islam telah memerangi fanatisme (kebanggaan) dengan segala macamnya, kebanggaan terhadap kabilah atau kebangsaan, warna kulit, tanah air, tingkatan atau golongan, atau selain itu yang pada umumnya dibanggakan oleh manusia, kecuali kebanggan terhadap kebenaran yang ditegaskan oleh wahyu dan tegak dengannya langit dan bumi.
Rasulullah SAW bersabda:
"Bukan termasuk golongan kami orang yang menyeru pada ashabiyah (kebanggaan golongan), dan bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah, dan bukan termasuk golonganku orang yang mati karena ashabiyah." (HR. Abu Dawud)
Rasulullah SAW telah menggambarkan masyarakat Islam sebagai masyarakat yang penuh mawaddah, saling mencintai den saling kasih mengasihi sebagaimana dalam sabdanya:
"Kami, melihat orang-orang yang beriman itu dalam mencintai, lemah lembut dan saling mengasihi (di antara mereka) seperti tubuh yang satu, apabila ada anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuh ikut sakit, demam dan tidak bisa tidur." (HR. Muslim)
Oleh karena itu masyarakat yang orang-orangnya hidup secara sendiri-sendiri, tidak mau membantu atau merasakan sakit orang lain dan tidak ikut merasakan kesusahan mereka serta tidak bergembira dengan kegembiraan mereka maka bukanlah masyarakat Islam.
Demikian juga dalam masyarakat, yang kuat menekan yang lemah, yang kaya bersikap keras terhadap yang fakir, yang punya bersikap pelit terhadap yang tidak punya bukanlah masyarakat Islam.
 
(DR. Yusuf Qardawi)
                                                                                                                              Road to Muktamar Dki..

0 comments:

Posting Komentar